Nusron Wahid Minta Warga Urus Sertifikat Tanah yang Terbit 1961-1997, Rawan Diserobot
April 2, 2025
Sumber Foto : Biro Humas ATR/BPN
KITATIMES — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa sertifikat tanah yang diterbitkan antara tahun 1961 hingga 1997 berpotensi rawan diserobot.
Penyebabnya, sertifikat pada periode tersebut tidak dilengkapi dengan peta kadastral yang jelas, sehingga lokasi tanah sering kali tidak dapat diketahui secara pasti.
Dalam diskusi bersama media di Jakarta pada Rabu (19/3/25), Nusron menegaskan pentingnya migrasi sertifikat tanah periode 1961-1997 ke format elektronik untuk menghindari risiko penyerobotan lahan yang dapat merugikan pemiliknya.
“Ada sertifikatnya, tapi di belakangnya tidak ada peta kadastral. Akibatnya, lokasi tanah tidak diketahui secara pasti dan berpotensi diserobot orang lain,” ujar Nusron.
Ia mengimbau masyarakat yang memiliki sertifikat tanah terbitan 1961-1997—yang oleh BPN disebut sebagai sertifikat KW-456—untuk segera melakukan transformasi ke sertifikat elektronik.
BACA JUGA : Sudah Waktunya Balik Nama Sertifikat Tanah, Inilah Syarat, Prosedur dan Biaya Balik Nama Sertifikat Tanah Terbaru
Momentum Idul Fitri 2025/1446 Hijriah dinilai sebagai waktu yang tepat untuk melakukan migrasi ini, terutama bagi masyarakat yang mudik dan berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.
“Mumpung Lebaran, saat berkumpul di kampung masing-masing, kalau bisa sekalian migrasi ke sertifikat elektronik supaya langsung ada peta kadastralnya,” tambahnya.
Pelayanan BPN Tetap Berjalan Saat Lebaran
Untuk mempermudah proses ini, Nusron memastikan bahwa kantor BPN di beberapa wilayah tetap membuka layanan dasar selama libur Lebaran.
Pelayanan yang tetap berjalan meliputi balik nama sertifikat, pengecekan, serta pemadanan data sertifikat lama agar dapat segera diproses ke format elektronik.
Menurut Nusron, persoalan pertanahan di Indonesia sangat kompleks, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jabodetabek, di mana banyak tanah mengalami tumpang tindih kepemilikan.
Banyak warga tidak mengetahui riwayat tanah mereka, sehingga sering terjadi perselisihan atau klaim yang saling bertentangan.
“Dulu, karena keterbatasan teknologi, sengketa tanah sulit diselesaikan. Tapi sekarang, dengan aplikasi BHUMI ATR/BPN dan sistem koordinat, kita bisa lebih mudah memastikan kepemilikan dan batas tanah,” jelasnya.
Terima kasih untuk informasi tentang hak kepemilikan sertigikat, sangat berguna sekali