google.com, pub-9087600317089880, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Home Opini Mengenal Victimologi dalam Hukum Pidana Indonesia

Mengenal Victimologi dalam Hukum Pidana Indonesia

0
62

Oleh : Onesius Gaho, S.H., M.H. (Advokat, Lawyer, Praktisi Hukum)

KITATIMES.COM – Bagi mahasiswa hukum mungkin masih terlihat atau terdengar asing istilah Victimologi. Mengapa istilah Victimologi terdengar asing bagi sebagian mahasiswa hukum bahkan bagi sebagian sarjana hukum? Jawabannya adalah sebab mata kuliah victimologi hanya akan didapat pada semester 5 atau semester tertentu yakni saat memilih konsentrasi kekhususan hukum pidana.

Beberapa fakultas hukum yang ada di indonesia membagi beberapa wilayah kekhususan bidang hukum itu sendiri. Pada umumnya ada 5-6 program kekhususan yang ditawarkan kepada mahasiswa pada semester 5 untuk mempersiapkan diri menulis karya ilmiah sebagai tugas akhir.

Adapun program kekhususan tersebut adalah konsentrasi hukum bisnis, konsentrasi hukum pidana, konsentrasi hukum tata negara, konsentrasi hukum pertenahan dan konsentrasi yang berfokus pada hukum kesejahteraan sosial.

Nah ketika anda memilih konsentrasi hukum pidana maka di dalam hukum pidana sendiri memiliki cabang-cabang ilmu yang secara khusus menjelaskan ilmu-ilmu tersebut. Misalnya ilmu Victimologi, Kriminologi, Penologi dan beberapa cabang ilmu lainnya.

Apa itu Victimologi? 

Victimologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban. Istilah Victimologi bersumber dari bahasa Latin yang terdiri dari 2 kata yaitu Victima yang artinya korban dan logos yang berarti ilmu.

Teori Victimologi 

Ada 3 teori kunci yang menurut penulis merupakan teori utama di dalam menjelaskan tentang korban dalam suatu tindak pidana kejahatan.

Pertama, Teori Penempatan Sosial (Social Placement Theory). Di dalam teori ini menyatakan bahwa faktor sosial, seperti status ekonomi, pendidikan, dan lingkungan tempat tinggal, dapat memengaruhi risiko seseorang menjadi korban. Misalnya, individu dari kelompok sosial rentan lebih mungkin menjadi target kejahatan.

Kedua, Teori Interaksi Simbolik (Symbolic Interaction Theory). Di dalam teori ini menekankan pada bagaimana interaksi sosial antara korban dan pelaku dapat menciptakan situasi yang memicu terjadinya kejahatan. Perbedaan persepsi, nilai, atau interpretasi dalam interaksi dapat menjadi pemicu konflik yang mengarah pada kejahatan.

Ketiga, Teori Ketergantungan Institusional (Institutional Dependency Theory). Teori ini menjelaskan bagaimana korban sering kali bergantung pada institusi (seperti kepolisian atau sistem peradilan) untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan. Ketergantungan ini dapat memengaruhi cara korban diperlakukan oleh masyarakat dan sistem hukum.

Victimologi mencakup beberapa aspek penting yakni : 

1. Mengupas tentang Studi tentang korban. Pada tahap ini akan berfokus kepada siapa saja yang menjadi korban kejahatan, faktor risiko, dan ciri-ciri sosial mereka.

2. Pada tahap ini berfokus pada hubungan korban dan pelaku. Ini berbicara terkait interaksi antara pelaku dan korban terjadi, termasuk kemungkinan adanya kontribusi korban dalam situasi tertentu (dikenal sebagai victim precipitation).

3. Tahap akibat kejahatan terhadap korban. Pada tahap ini berbicara tentang aspek fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi yang dialami oleh korban.

4. Tahap perlindungan korban. Pada tahap ini akan berbicara tentang bagaimana hukum menjadi sarana utama perlindungan korban, psikologis, dan sosial untuk mendukung korban, termasuk dan tidak terbatas pada kompensasi dan rehabilitasi.

Jenis Korban dalam Suatu Tindak Pidana

Dalam ilmu victimologi, korban dibagi menjadi dua yakni korban langsung dan korban tidak langsung.

Pertama, Korban Langsung merupakan korban yang langsung merasakan akibat perbuatan pelak. Akibat yang dimaksud adalah akibat dari suatu tindak pidana berupa kejahatan, pelanggaran, atau perbuatan melawan hukum. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa cedera bahkan bisa sampai kehilangan nyawa korban.

Konsekuensi lain yang dapat ditimbulkan adalah sikologis dan materill. Kerugian ini dapat terwujud dalam trauma, ketakutan, depresi bahkan ketidakmampuan berpikir.

Kedua, Korban Tidak Langsung merupakan korban yang secara tidak langsung mengalami akibat kejahatan pelaku tindak pidana misalnya seorang anak yang kehilangan Ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa trauma emosional, kehilangan dukungan finansial, atau beban sosial.

Peran Victimologi dalam Pembangunan Hukum

Victimologi memiliki peran penting di dalam pembangunan hukum pidana. Hendaknya pembangunan hukum pidana tidak hanya berfokus kepada pelaku tetapi juga harus berfokus kepada korban yang merupakan pihak yang merasakan langsung maupun tidak langsung akibat daripada kejahatan pelaku. Fokus ini juga merambat pada sistem peradilan yang memperhatikan kepentingan korban tindak pidana.

Peran Victimologi dapat dilihat dalam beberapa hal :

1. Membangun hukum pidana dalam konteks reformasi sistem hukum. Pada konteks ini diharapkan dapat mendorong kebijakan yang lebih ramah korban, seperti restitusi, rehabilitasi, dan perlindungan saksi dan korban.

2. Mendorong tindakan pencegahan kejahatan. Dalam konteks ini diharapkan dapat mengidentifikasi pola dan risiko yang dapat membantu mencegah kejahatan.

Kesimpulan

Victimologi menjadi penting sebab diharapkan masyarakat menjadi lebih sadar akan hak-hak korban. Hal ini juga berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum, rehabilitasi korban, dan pencegahan kejahatan. Dengan demikian Victimologi berkontribusi untuk memastikan hukum benar-benar mencapai tujuannya yaitu memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here