Kisah Tragis Iwao Hakamada, Terpidana yang Kini Dibayar Rp24 Triliun karena Pengadilan Salah Vonis
April 9, 2025
KITATIMES — Sebuah kisah tragis tentang keadilan yang salah akhirnya mencapai titik terang. Setelah lebih dari empat dekade menunggu ajal di balik jeruji besi, Iwao Hakamada, pria renta yang kini berusia 88 tahun, dinyatakan tidak bersalah atas pembunuhan yang tak pernah ia lakukan.
Pemerintah Jepang pun akhirnya diminta membayar ganti rugi fantastis: sekitar Rp24 triliun.
1979: Awal Mimpi Buruk
Saat itu, Hakamada hanyalah seorang mantan petinju yang bekerja di pabrik kedelai di Prefektur Shizuoka.
Kehidupannya berubah drastis ketika ia ditangkap karena tuduhan membunuh empat anggota keluarga pemilik pabrik tempatnya bekerja.
Selama interogasi, Hakamada ditekan habis-habisan. Tanpa kehadiran pengacara dan dalam kondisi mental tertekan, ia akhirnya “mengaku”. Namun, seperti yang kelak terungkap, pengakuan itu diambil secara paksa dan tidak konsisten.
1980: Vonis Mati dan Penantian Panjang
Pengadilan memvonisnya hukuman mati berdasarkan pengakuan tersebut dan beberapa barang bukti yang kemudian diragukan keabsahannya.
Hakamada dipenjara, menunggu waktu eksekusi yang bisa datang kapan saja. Tahun demi tahun ia lewati dalam ketakutan dan isolasi, hingga mengalami gangguan mental.
2007-2014: Harapan Muncul
Pengacara yang peduli mulai menggali kembali kasus Hakamada. Mereka menemukan kejanggalan: bukti pakaian yang diklaim sebagai milik Hakamada ternyata tidak sesuai ukuran tubuhnya, dan bercak darah yang ada tak cocok secara kimia.
Pada 2014, pengadilan akhirnya mengabulkan pembebasan bersyarat Hakamada. Ia melangkah keluar penjara untuk pertama kalinya dalam 48 tahun—tua, ringkih, dan hancur secara mental.
2023: Vonis Dicabut
Dengan teknologi DNA yang lebih canggih, bukti-bukti akhirnya diuji ulang. Hasilnya mengejutkan: tidak ada satu pun yang mengarah ke Hakamada.
Pengadilan Jepang secara resmi membatalkan vonis mati itu, dan menyatakan bahwa pria tersebut tidak bersalah.
2024: Ganti Rugi Seumur Hidup
Sebagai bentuk tanggung jawab atas tragedi hukum ini, negara memutuskan memberi kompensasi sekitar 240 miliar yen atau setara dengan Rp24 triliun.
Ini menjadi salah satu kompensasi terbesar dalam sejarah hukum Jepang.